Kantor Desa Ketitang

Kantor Desa Ketitang terletak di Desa Ketitang Jalan Kalioso - Simo Km.4 Ketitang Nogosari Boyolali 57378

Peta Desa Ketitang

Desa Ketitang mencakup 39 RT dan 11 RW dengan luas wilayah sekitar 609 ha.

Pembangunan Kios Untuk Warga Desa Ketitang

Pembangunan kios yang berjumlah 20 kios diperuntukkan khusus warga desa Ketitang.

Struktur Organisasi Pemerintah Desa Ketitang Periode 2013-2018

Kepala Desa (Suparmin) sudah menjabat dua kali periode dari tahun 2008 sampai nanti 2018

Kamis, 30 Juli 2015

Asale Kampung Lele Boyolali

Solopos.com, BOYOLALI – Kampung Lele merupakan julukan untuk sebuah dukuh di Desa Tegalrejo Kecamatan Sawit. Dukuh tersebut bernama Mangkubumen. Dinamakan Kampung Lele karena mayoritas penduduk setempat merupakan pembudidaya ikan lele. Pada mulanya sekitar 1993, seorang petani setempat bernama, Sriyono, 49, membuat kolam ikan lele di rumahnya.
Apa yang dilakukan Sriyono juga dilakukan oleh tiga warga lainnya yakni Haryoko, Daryadi, dan Alif yang membuat ikan lele di lahan persawahan.
Dalam perjalananya, Sriyono tidak melanjutkan budidaya ikan lelenya dan memilih pergi merantau ke luar daerah. Sementara tiga orang temannya tetap melanjutkan budidaya ikan lele. Dari waktu ke waktu, ternyata usaha budidaya ikan lele milik Haryoko, Daryadi, dan Alif berkembang pesat.
Daryadi misalnya, dari awal dia hanya menebarkan 250 benih. Karena prospeknya bagus, akhirnya Daryadi menambah benih menjadi 2.500 ekor, kemudian naik lagi 5.000 ekor hingga 10.000 ekor setiap kali menebar.
Keberhasilan tiga orang itu akhirnya ditiru oleh warga lain termasuk Sriyono, yang tiga tahun kemudian kembali ke kampung halamannya dan melihat keberhasilan ketiga orang tersebut.
“Akhirnya satu persatu warga beralih dari bercocok tanam menjadi budidaya ikan. Saya waktu itu juga kaget karena sudah banyak yang ternak lele, akhirnya saya juga bikin,” kata dia saat ditemuiSolopos.com di dekat kolam ikannya, Kamis (19/3/2015).
Perjalanan warga Kampung Lele bukan tanpa hambatan, pada awal-awal merintis, mereka kesulitan memasarkan ikan lele. Menurut Sriyono, para petani akhirnya menitipkan ikan-ikannya ke pembudidaya ikan di Desa Janti, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten.  Seiring berjalannya waktu, akhirnya para pembeli tahu bahwa lele lele yang ada di Janti berasal dari Dukuh Mangkubumen.
“Setelah tahu, akhirnya pembeli berbondong-bondong datang ke sini [Mangkubumen]. Mereka beli langsung dari para petani,” kata dia.
Kabar adanya kampung pembudidaya lele di Boyolali akhirnya menyebar luas. Hingga pada Juli 2006 Gubernur Jawa Tengah saat itu, Mardiyanto, datang ke Mangkubumen untuk mengukuhkan kampung tersebut sebagai pusat budidaya lele.
Presiden SBY
Tak hanya itu, pada Februari 2007 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, juga datang untuk mengukuhkan kampung tersebut sebagai kampung lele. “Jadi sekarang kampung ini lebih dikenal sebagai Kampung Lele bukan Mangkubumen,” ujar dia.
Sementara itu, menurut salah satu pengurus kelompok tani setempat, Sugiyatno, saat ini jumlah ikan lele yang dikirim ke luar daerah bisa mencapai  lebih dari 12 ton per hari.
“Biasanya dikirim ke Jogja 10 ton, Magelang 1 ton dan Salatiga 1 ton, selain iti juga ke daerah lain seperti Semarang, Jakarta, Solo, dan daerah lainnya,” kata dia. Dia menambahkan saat ini di kampung lele ada 7.650 kolam ikan.
Tidak hanya itu, hasil panen ikan lele juga diolah oleh warga menjadi makanan olahan seperti abon lele, kripik daging lele, kripik sirip lele dan sebagainya. Penjualan makanan olahan ikan lele juga sudah merambah ke luar daerah seperti Semarang, Kalimantan, Batam, dan daerah lainnya.

Rayakan Syawalan, Ratusan Sapi Dikirab di Musuk

Warga Dukuh Mlambong, Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Boyolali, menggiring ternak mereka dalam kirab bakdo sapi 2015, Jumat (24/7/2015) pagi, di desa setempat. (Kharisma Dhita Retnosari/JIBI/Solopos)
Solopos.com, BOYOLALI – Perayaan syawalan di Dukuh Mlambong, Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Boyolali, dimeriahkan dengan parade sapi, Jumat (24/7) pagi.
Berhias warna-warni puluhan umbul-umbul yang terpasang merata di sepanjang jalan, suasana kampung itu pun mendadak heboh dengan parade ratusan sapi milik warga. Tak hanya sapi, ternak lain seperti kambing pun turut menyemarakkan suasana.
Satu-satu persatu, sapi-sapi milik warga dikeluarkan dari kandangnya. Berkalung ketupat di leher, mereka diarak menyusuri kampung setelah terlebih dahulu menyantap potongan ketupat yang telah didoakan dalam acara kenduri ketupat di rumah masing-masing ketua RT.
Ketua RW 004 Dukuh Mlambong, mengatakan tradisi bakdo sapi di Desa Sruni khususnya Dukuh Mlambong, sudah berjalan sejak zaman nenek moyang dan masih terus dilestarikan hingga saat ini.
Konon menurut cerita, di bulan Syawal seperti inilah leluhur Kanjeng Nabi Sulaiman dan Kyai Dadung Awuk, pesuruh yang dipercaya kanjeng Nabi Sulaiman untuk mengurus seluruh hewan ternak yang ada di dunia ini datang meninjau sapi-sapi warga.
“Setiap kelahiran sapi saja, dibancaki pakai ingkung. Di tempat kami, sapi mempunyai makna yang begitu penting, salah satunya penopang utama kehidupan warga. Di sini satu RW saja ada kurang lebih ada 400 ekor sapi, bahkan ada yang sampai punya 16 ekor sapi,” tutur dia, Jumat.
Satu hal yang berbeda dalam Lebaran sapi kali ini adalah hampir semua sapi tidak mandi sebelum berjalan-jalan keluar rumah.
Salah seorang warga RT 003/RW 004 Dukuh Mlambong Selatan, Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Boyolali, Amat Slamet, 50, mengatakan menurut tradisi seharusnya sapi-sapi dan ternak lainnya sebelum dikirab dimandikan dan diberi minyak wangi terlebih dahulu.
Namun karena Lebaran sapi tahun ini bersamaan dengan krisis air musim kemarau, sapi-sapi hanya diberi minyak wangi pada bagian kepala dan tanduknya.
“Mau memandikan juga repot, belakangan tradisi memandikan sapi sebelum kirab juga mulai berganti, cukup minyak wangi saja. itu pun juga kalau warga jaman dulu syaratnya lengkap, pakai kembang telon dicampur kenanga dan lain sebagainya, tapi semakin ke belakang cukup minyak wangi saja,” terang dia kala dijumpai Espos saat memberi makan sapi-sapinya dengan potongan ketupat yang telah dikendureni, Jumat.

Kekeringan Boyolali terjadi di 42 desa di enam kecamatan.

Solopos.com, BOYOLALI — Warga 42 desa di enam kecamatan wilayah Kabupaten Boyolali mengalami kekurangan air pada musim kemarau ini.
Berdasarkan data yang diterima solopos.com, wilayah kekeringan meliputi Musuk ada 15 desa, Karanggede ada empat desa, Wonosegoro sebelas desa, Juwangi lima desa, Andong satu desa, dan Kemusu enam desa.
Menurut Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Boyolali, Nur Khamdani, puncak kekeringan biasanya terjadi Agustus-September tetapi ada perkiraan musim kemarau tahun ini akan lebih panjang sampai Desember.
“Enam kecamatan dengan 42 desa itu berdasarkan laporan dari camat-camat. Kami sudah koordinasi dengan enam camat tersebut terkait langkah yang akan dilakukan saat puncak kemarau nanti,” kata Nur, saat ditemui solopos.com, di ruang kerjanya, Jumat (24/7/2015).
Beberapa upaya yang disiapkan BPBD Boyolali untuk mengatasi masalah kekurangan air bersih di wilayah kering. Salah satunya mengajukan anggaran untuk bencana kekeringan ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui BPBD Provinsi.
“Usulan anggaran bencana yang kami minta senilai Rp200 juta,” kata dia.
Camat Musuk, Totok Eko Y.P., membenarkan saat ini sudah ada beberapa desa di Musuk yang mengajukan bantuan air bersih ke Pemkab Boyolali, yakni Desa Cluntang, Ringin Larik, Mriyan, Sangup, Lanjaran, Sumur, Jemowo, Dragan, dan Lampar.
Sebelumnya, dua desa di Wonosegoro yakni Karangjati dan Bengle juga sudah mendapat dropping air dari Bakorwil Jateng II Surakarta.

Sabtu, 25 Juli 2015

Kekeringan Boyolali 11 Desa di Wonosegoro Krisis Air Bersih

Solopos.com, BOYOLALI — Sebanyak 11 desa di Kecamatan Wonosegoro tahun ini terdampak kekeringan. Jumlah tersebut meningkat ketimbang tahun lalu yang hanya 10 desa.
Camat Wonosegoro, Edy Kristiawan, mengatakan Desa Ketoyan yang sebelumnya tidak pernah kekurangan air bersih, untuk musim kemarau tahun ini sudah ada satu dusun yang mulai kekurangan.
Begitu pula dengan Desa Karangjati, di mana tidak ada warga yang meminta bantuan air bersih. Namun setelah dicek, air di desa tersebut sudah tidak layak konsumsi sehingga harus mendapat bantuan air bersih.
“Dua hari sebelum Lebaran sudah ada bantuan air bersih dari Bakorwil Jateng II Surakarta yang dikirim ke Wonosegoro. Sebanyak dua tangki air dikirim ke Desa Karangjati dan Bengle. Hari ini sepertinya adadropping lagi tapi untuk lokasinya saya masih menunggu konfirmasi,” kata Edy, saat dihubungi solopos.com, Kamis (23/7/2015).
Dari laporan yang masuk ke kecamatan, desa-desa yang mengalami kekeringan antara lain Desa Ketoyan, Bercak, Repaking, Bengle, Jatilawang, Bolo, Gosono, dan Karangjati yang menjadi langganan tiap tahun.
Pada bagian lain, Camat Selo, Wurlaksono, menyampaikan hingga saat ini belum menerima laporan dari warga terkait kekurangan air.
Sumber mata air di wilayah Selo, seperti sumber mata air Babon, Pakis, dan Gentong, masih mengalir.
“Kebutuhan air masih terpenuhi, tetapi saya lihat warga sudah mulai berhemat pakai air. Bahkan untuk saluran air ke rumah-rumah warga sudah dibuat jadwal dan bergiliran,” kata Wurlaksono.
Warga Dusun Ngaglik, Desa Samiran, Sarjono, juga menyampaikan untuk mengantisipasi kekeringan yang biasa terjadi saat kemarau, saluran air ke rumah-rumah warga dibuat bergiliran, masing-masing rumah dijatah mendapat aliran air selama empat jam.

LEBARAN 2015 - 30 Lakalantas Terjadi di Boyolali



Solopos.com, BOYOLALI — Mulai H-7 hingga H+6 Lebaran 2015, sebanyak 30 kasus kecelakaan lalu lintas (lakalantas) terjadi di wilayah Boyolali. “Korban jiwa maupun luka berat nihil. Semuanya luka ringan ada 38 orang yang menjadi korban lakalantas sepanjang arus mudik dan balik Lebaran,” kata Kapolres Boyolali, AKBP Budi Sartono, melalui Kasatlantas AKP Demianus Palulungan, saat ditemui wartawan, di ruang kerjanya, Kamis (23/7/2015).
Lakalantas tidak hanya terjadi di jalur utama Semarang-Solo tetapi juga banyak terjadi di jalur-jalur alternatif yang kondisi jalurnya banyak tikungan, sempit, dan rusak, seperti di ruas jalur alternatif Boyolali-Klaten dan Juwangi yang merupakan jalur alternatif Boyolali-Grobogan.
Kecelakaan didominasi kendaraan sepeda motor dan didominasi pula oleh pengendara lokal Boyolali.
Sementara itu, pada Kamis, arus balik di Boyolali masih menunjukkan peningkatan. Arus kendaraan dari arah Solo menuju Semarang masih terlihat sangat padat.
Sementara itu, di jalur alternatif Boyolali-Magelang via Solo-Selo-Borobudur (SSB) juga terpantau masih sangat padat. Kemacetan masih terjadi di sepanjang jalur Desa Genting, Kecamatan Cepogo, tepatnya di lokasi perbaikan jalan. Kemacetan bisa mencapai satu kilometer.
Kabid Lalu Lintas dan Angkutan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Boyolali, Sigit Harimulya, menyampaikan meskipun kondisi jalan di jalur alternatif mengalami kerusakan, namun pemudik masih banyak yang memilih melintasi jalur alternatif.