Warga Dukuh Mlambong, Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Boyolali, menggiring ternak mereka dalam kirab bakdo sapi 2015, Jumat (24/7/2015) pagi, di desa setempat. (Kharisma Dhita Retnosari/JIBI/Solopos) |
Solopos.com, BOYOLALI – Perayaan syawalan di Dukuh Mlambong, Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Boyolali, dimeriahkan dengan parade sapi, Jumat (24/7) pagi.
Berhias warna-warni puluhan umbul-umbul yang terpasang merata di sepanjang jalan, suasana kampung itu pun mendadak heboh dengan parade ratusan sapi milik warga. Tak hanya sapi, ternak lain seperti kambing pun turut menyemarakkan suasana.
Satu-satu persatu, sapi-sapi milik warga dikeluarkan dari kandangnya. Berkalung ketupat di leher, mereka diarak menyusuri kampung setelah terlebih dahulu menyantap potongan ketupat yang telah didoakan dalam acara kenduri ketupat di rumah masing-masing ketua RT.
Ketua RW 004 Dukuh Mlambong, mengatakan tradisi bakdo sapi di Desa Sruni khususnya Dukuh Mlambong, sudah berjalan sejak zaman nenek moyang dan masih terus dilestarikan hingga saat ini.
Konon menurut cerita, di bulan Syawal seperti inilah leluhur Kanjeng Nabi Sulaiman dan Kyai Dadung Awuk, pesuruh yang dipercaya kanjeng Nabi Sulaiman untuk mengurus seluruh hewan ternak yang ada di dunia ini datang meninjau sapi-sapi warga.
“Setiap kelahiran sapi saja, dibancaki pakai ingkung. Di tempat kami, sapi mempunyai makna yang begitu penting, salah satunya penopang utama kehidupan warga. Di sini satu RW saja ada kurang lebih ada 400 ekor sapi, bahkan ada yang sampai punya 16 ekor sapi,” tutur dia, Jumat.
Satu hal yang berbeda dalam Lebaran sapi kali ini adalah hampir semua sapi tidak mandi sebelum berjalan-jalan keluar rumah.
Salah seorang warga RT 003/RW 004 Dukuh Mlambong Selatan, Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Boyolali, Amat Slamet, 50, mengatakan menurut tradisi seharusnya sapi-sapi dan ternak lainnya sebelum dikirab dimandikan dan diberi minyak wangi terlebih dahulu.
Namun karena Lebaran sapi tahun ini bersamaan dengan krisis air musim kemarau, sapi-sapi hanya diberi minyak wangi pada bagian kepala dan tanduknya.
“Mau memandikan juga repot, belakangan tradisi memandikan sapi sebelum kirab juga mulai berganti, cukup minyak wangi saja. itu pun juga kalau warga jaman dulu syaratnya lengkap, pakai kembang telon dicampur kenanga dan lain sebagainya, tapi semakin ke belakang cukup minyak wangi saja,” terang dia kala dijumpai Espos saat memberi makan sapi-sapinya dengan potongan ketupat yang telah dikendureni, Jumat.
0 komentar:
Posting Komentar